



Disusun oleh :

Kelas :
X-3

![]() |


Madrasah Aliyah Negeri Model Banda Aceh
Tahun Ajaran : 2012-2013
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah
yang maha megetahui dan maha bijaksana yang telah member petunjuk agama yang
lurus kepada hamba-Nya dan hanya kepada-Nya. Salawat serta salam semoga
tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang membimbing umat nya degan suri
tauladan-Nya yang baik .
Syukur kehadiran Allah
SWT yang telah memberikan anugrah,kesempatan dan pemikiran kepada kami untuk
dapat menyelesaikan makalah ini . makanlah ini merupakan pengetahuan tentang
KASUS HAK ASASI MANUSIA DAN KASUS KORUPSI , semua ini di rangkup dalam makalah
ini , agar pemahaman terhadap permasalahan lebih mudah di pahami dan lebih
singkat dan akurat .
Sistematika makalah ini
dimulai dari pengantar yang merupakan apersepsi atas materi yang telah dan akan
dibahas dalam bab tersebut .Selanjutnya, Pembaca akan masuk pada inti
pembahasaan dan di akhiri dengan kesimpulan, saran dan makalah ini. Diharapkan
pembaca dapat mengkaji berbagai permasalahan tentang KASUS HAK ASASI MANUSIA
DAN KASUS KORUPSI Akhirnya, kami penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu proses pembuatan makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih belum
semmpurna untuk menjadi lebuh sempurna lagi saya membutuhkan kritik dan saran
dari pihak lain untuk membagikannya kkepada saya demi memperbaiki kekurangan
pada makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaaat bagi anda semua.
Terimakasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
B.
Aceh, Desember 2012
BAB
I
PENDAHULUAN
Jika
kita bicarakan mengenai Hak Asasi Manusia maka yang telah kita ketahui terlebih
dahulu yaitu hak pokok atauu hak dasar
yang telah di bawa oleh manusia sejak lahir dan secara kodrat melekat pada setiap manusia dan tidak dapat
diganggu gugat karena merupakan anugrah Tuhan Yanng Maha Esa yang harus
senantiasa kita syukuri.
Begitu
pula apabila kita bicarakan mengenai korupsi yang dewasa ini kasus-kasusnya
banyak terjadi di Negri ini yang semakin
merajalela dann menarik untuk
diperbincangkan. Dan korupsi merupakann penyakit masyarakat yang sangat
membahayakan karena dapat mengakibatkan terhambatnya kelancaran pembangunan dan
kesejahteraan masyarakat.
Dan
melihatt ketersediaan orang-orang berpangkat di Negri ini yang tidak melihat ke
bawah atau memandang masyarakat kecil yang terus-mennerus menerimma akibat dari
ulah mereka.
Kami
menerakan berbagai contoh kasus Hak Asasi Manusia dan kasus Korupsi yang pernah
terjadi di negri kita Indonesia.
Makalah
ini kami terakan dengann penulisah yang komunikatif yang sesuai dengan bahasa
para pelajar.
Makalahh ini meliputi:
·
Kata Pengantar
·
Daftar Isi
·
Bab I Pendahuluan
·
Bab II Contohh kasus
·
Bab III Penutup
·
Daftar Pustaka
BAB
II
CONTOH
KASUS
1. PERISTIWA
TANJUNG PRIOK 1984 - BETAWI vs JAWA
Kronologi Tragedi Tanjung Priok Berdarah 1984 oleh
Saksi Mata Ust. Abdul Qadir Djaelani
Abdul
Qadir Djaelani adalah salah seorang ulama yang dituduh oleh aparat keamanan
sebagai salah seorang dalang peristiwa Tanjung Priok. Karenanya, ia ditangkap
dan dimasukkan ke dalam penjara. Sebagai seorang ulama dan tokoh masyarakat
Tanjung Priok, sedikit banyak ia mengetahui kronologi peristiwa Tanjung Priok.
Berikut adalah petikan kesaksian Abdul Qadir Djaelani terhadap peristiwa
Tanjung Priok 12 September 1984, yang tertulis dalam eksepsi pembelaannya
berjudul “Musuh-musuh Islam Melakukan Ofensif terhadap Umat Islam Indonesia”.
Tanjung
Priok, Sabtu, 8 September 1984
Dua orang
petugas Koramil (Babinsa) tanpa membuka sepatu, memasuki Mushala as-Sa’adah di
gang IV Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Mereka menyiram pengumuman yang
tertempel di tembok mushala dengan air got (comberan). Pengumuman tadi hanya
berupa undangan pengajian remaja Islam (masjid) di Jalan Sindang. Tanjung
Priok, Ahad, 9 September 1984 Peristiwa hari Sabtu (8 September 1984) di
Mushala as-Sa’adah menjadi pembicaran masyarakat tanpa ada usaha dari pihak
yang berwajib untuk menawarkan penyelesaan kepada jamaah kaum muslimin. Tanjung
Priok, Senin, 10 September 1984 Beberapa anggota jamaah Mushala as-Sa’adah
berpapasan dengan salah seorang petugas Koramil yang mengotori mushala mereka.
Terjadilah pertengkaran mulut yang akhirnya dilerai oleh dua orang dari jamaah
Masjid Baitul Makmur yang kebetulan lewat. Usul mereka supaya semua pihak minta
penengahan ketua RW, diterima. Sementara usaha penegahan sedang.berlangsung,
orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak ada urusannya dengan
permasalahan itu, membakar sepeda motor petugas Koramil itu. Kodim, yang
diminta bantuan oleh Koramil, mengirim sejumlah tentara dan segera melakukan
penangkapan. Ikut tertangkap 4 orang jamaah, di antaranya termasuk Ketua
Mushala as-Sa’adah.
Amir Biki
menghubungi pihak-pihak yang berwajib untuk meminta pembebasan empat orang
jamaah yang ditahan oleh Kodim, yang diyakininya tidak bersalah. Peran Amir
Biki ini tidak perlu mengherankan, karena sebagai salah seorang pimpinan Posko
66, dialah orang yang dipercaya semua pihak yang bersangkutan untuk menjadi
penengah jika ada masalah antara penguasa (militer) dan masyarakat. Usaha Amir
Biki untuk meminta keadilan ternyata sia-sia.
Tanjung
Priok, Rabu, 12 September 1984
Dalam
suasana tantangan yang demikian, acara pengajian remaja Islam di Jalan Sindang
Raya, yang sudah direncanakan jauh sebelum ada peristiwa Mushala as-Sa’adah,
terus berlangsung juga. Penceramahnya tidak termasuk Amir Biki, yang memang
bukan mubalig dan memang tidak pernah mau naik mimbar. Akan tetapi, dengan
latar belakang rangkaian kejadian di hari-hari sebelumnya, jemaah pengajian
mendesaknya untuk naik mimbar dan memberi petunjuk. Pada kesempatan pidato itu,
Amir Biki berkata antara lain, “Mari kita buktikan solidaritas islamiyah.
Kita meminta
teman kita yang ditahan di Kodim. Mereka tidak bersalah. Kita protes pekerjaan
oknum-oknum ABRI yang tidak bertanggung jawab itu. Kita berhak membela
kebenaran meskipun kita menanggung risiko. Kalau mereka tidak dibebaskan maka
kita harus memprotesnya.” Selanjutnya, Amir Biki berkata, “Kita tidak boleh
merusak apa pun! Kalau adayang merusak di tengah-tengah perjalanan, berarti itu
bukan golongan kita (yang dimaksud bukan dan jamaah kita).” Pada waktu
berangkat jamaah pengajian dibagi dua: sebagian menuju Polres dan sebagian
menuju Kodim.
Setelah
sampai di depan Polres, kira-kia 200 meter jaraknya, di situ sudah dihadang
oleh pasukan ABRI berpakaian perang dalam posisi pagar betis dengan senjata
otomatis di tangan. Sesampainya jamaah pengajian ke tempat itu, terdengar
militer itu berteriak, “Mundur-mundur!” Teriakan “mundur-mundur” itu disambut
oleh jamaah dengan pekik, “Allahu Akbar! Allahu Akbar!” Saat itu militer mundur
dua langkah, lalu memuntahkan senjata-senjata otomatis dengan sasaran para
jamaah pengajian yang berada di hadapan mereka, selama kurang lebih tiga puluh
menit. Jamaah pengajian lalu bergelimpangan sambil menjerit histeris;
beratus-ratus umat Islam jatuh menjadi syuhada. Malahan ada anggota militer
yang berteriak, “Bangsat! Pelurunya habis. Anjing-anjing ini masih banyak!”
Lebih sadis lagi, mereka yang belum mati ditendang-tendang dan kalau masih
bergerak maka ditembak lagi sampai mati.
Tidak lama
kemudian datanglah dua buah mobil truk besar beroda sepuluh buah dalam
kecepatan tinggi yang penuh dengan pasukan. Dari atas mobil truk besar itu
dimuntahkan peluru-peluru dan senjata-senjata otomatis ke sasaran para jamaah
yang sedang bertiarap dan bersembunyi di pinggir-pinggir jalan. Lebih
mengerikan lagi, truk besar tadi berjalan di atas jamaah pengajian yang sedang
tiarap di jalan raya, melindas mereka yang sudah tertembak atau yang belum
tertembak, tetapi belum sempat menyingkir dari jalan raya yang dilalui oleh
mobil truk tersebut. Jeritan dan bunyi tulang yang patah dan remuk digilas
mobil truk besar terdengarjelas oleh para jamaah umat Islam yang tiarap di
got-got/selokan-selokan di sisi jalan.
Setelah itu,
truk-truk besar itu berhenti dan turunlah militer-militer itu untuk mengambil
mayat-mayat yang bergelimpangan itu dan melemparkannya ke dalam truk, bagaikan
melempar karung goni saja. Dua buah mobil truk besar itu penuh oleh mayat-mayat
atau orang-orang yang terkena tembakan yang tersusun bagaikan karung goni.
Sesudah
mobil truk besar yang penuh dengan mayat jamaah pengajian itu pergi, tidak lama
kemudian datanglah mobil-mobil ambulans dan mobil pemadam kebakaran yang
bertugas menyiram dan membersihkan darah-darah di jalan raya and di sisinya,
sampai bersih.
Sementara
itu, rombongan jamaah pengajian yang menuju Kodim dipimpin langsung oleh Amir
Biki. Kira-kirajarak 15 meter dari kantor Kodim, jamaah pengajian dihadang oleh
militer untuk tidak meneruskan perjalanan, dan yang boleh meneruskan perjalanan
hanya 3 orang pimpinan jamaah pengajian itu, di antaranya Amir Biki. Begitu
jaraknya kira-kira 7 meter dari kantor Kodim, 3 orang pimpinan jamaah pengajian
itu diberondong dengan peluru yang keluar dari senjata otomatis militer yang
menghadangnya. Ketiga orang pimpinan jamaah itu jatuh tersungkur
menggelepar-gelepar. Melihat kejadian itu, jamaah pengajian yang menunggu di
belakang sambil duduk, menjadi panik dan mereka berdiri mau melarikan diri,
tetapi disambut oleh tembakan peluru otomatis. Puluhan orang jamaah pengajian
jatuh tersungkur menjadi syahid. Menurut ingatan saudara Yusron, di saat ia dan
mayat-mayat itu dilemparkan ke dalam truk militer yang beroda 10 itu, kira-kira
30-40 mayat berada di dalamnya, yang lalu dibawa menuju Rumah Sakit Gatot
Subroto (dahulu RSPAD).
Sesampainya
di rumah sakit, mayat-mayat itu langsung dibawa ke kamar mayat, termasuk di
dalamnya saudara Yusron. Dalam keadaan bertumpuk-tumpuk dengan mayat-mayat itu
di kamar mayat, saudara Yusron berteriak-teriak minta tolong. Petugas rumah
sakit datang dan mengangkat saudara Yusron untuk dipindahkan ke tempat lain.
Sebenarnya
peristiwa pembantaian jamaah pengajian di Tanjung Priok tidak boleh terjadi
apabila PanglimaABRI/Panglima Kopkamtib Jenderal LB Moerdani benar-benar mau
berusaha untuk mencegahnya, apalagi pihak Kopkamtib yang selama ini sering
sesumbar kepada media massa bahwa pihaknya mampu mendeteksi suatu kejadian
sedini dan seawal mungkin. Ini karena pada tanggal 11 September 1984, sewaktu
saya diperiksa oleh Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, saya sempat
berbincang-bincang dengan Kolonel Polisi Ritonga, Kepala Intel Kepolisian
tersebut di mana ia menyatakan bahwa jamaah pengajian di Tanjung Priok menuntut
pembebasan 4 orang rekannya yang ditahan, disebabkan membakar motor petugas.
Bahkan, menurut petugas-petugas satgas Intel Jaya, di saat saya ditangkap
tanggal 13 September 1984, menyatakan bahwa pada tanggal 12 September 1984,
kira-kira pukul 10.00 pagi. Amir Biki sempat datang ke kantor Satgas Intel Jaya
2. PEMBREDALAN MAJJALAH TEMPO, DETIK
DAN EDITOR 21 JUNNI 1994
[SIZE="6"]Perlawanan Itu Akan Terus
Berlanjut[/SIZE]
"Yang kami peringati bukan pembredelan, tapi perlawanan terhadap pembredelan, dan itu akan kami teruskan," Goenawan Mohamad
Tanggal 21 Juni merupakan tanggal bersejarah bagi pers Indonesia. Pada tanggal itutahun, 1994, tiga media massa cetak ibu kota dibredel sekaligus. Yang menjadi korban adalah TEMPO, Detik, dan Editor. Dan ketiga media itu seperti menambah daftar korban pembredelan selama Orde Baru. Tercatat, sejak 1968, sudah lebih dari 25 media massa dicabut Surat Ijin Terbit (SIT) atau Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP)-nya tanpa melalui proses pengadilan seperti disyaratkan undang-undang pokok pers. Dan selama hampir 30 tahun itu, baru Majalah TEMPO yang mengadukan nasibnya ke pengadilan. Di tingkat pertama dan kedua TEMPO menang, tapi Mahkamah Agung mengalahkan TEMPO -- dengan pertimbangan hukum yang sering ditulis pakar hukum sebagai salah satu yang "terburuk" dalam sejarah MA.
Pelarangan terbit majalah Tempo pada 1994 (bersama dengan Tabloid Editor (tabloid) dan Tabloid Detik (tabloid)), tidak pernah jelas penyebabnya. Tapi banyak orang yakin bahwa Menteri Penerangan saat itu, Harmoko, mencabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Tempo karena laporan majalah ini tentang impor kapal perang dari Jerman. Laporan ini dianggap membahayakan "stabilitas negara". Laporan utama membahas keberatan pihak militer terhadap impor oleh Menristek BJ Habibie. Sekelompok wartawan yang kecewa pada sikap Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang menyetujui pembreidelan Tempo, Editor, dan Detik, kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis Indonesia.
"Yang kami peringati bukan pembredelan, tapi perlawanan terhadap pembredelan, dan itu akan kami teruskan," Goenawan Mohamad
Tanggal 21 Juni merupakan tanggal bersejarah bagi pers Indonesia. Pada tanggal itutahun, 1994, tiga media massa cetak ibu kota dibredel sekaligus. Yang menjadi korban adalah TEMPO, Detik, dan Editor. Dan ketiga media itu seperti menambah daftar korban pembredelan selama Orde Baru. Tercatat, sejak 1968, sudah lebih dari 25 media massa dicabut Surat Ijin Terbit (SIT) atau Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP)-nya tanpa melalui proses pengadilan seperti disyaratkan undang-undang pokok pers. Dan selama hampir 30 tahun itu, baru Majalah TEMPO yang mengadukan nasibnya ke pengadilan. Di tingkat pertama dan kedua TEMPO menang, tapi Mahkamah Agung mengalahkan TEMPO -- dengan pertimbangan hukum yang sering ditulis pakar hukum sebagai salah satu yang "terburuk" dalam sejarah MA.
Pelarangan terbit majalah Tempo pada 1994 (bersama dengan Tabloid Editor (tabloid) dan Tabloid Detik (tabloid)), tidak pernah jelas penyebabnya. Tapi banyak orang yakin bahwa Menteri Penerangan saat itu, Harmoko, mencabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Tempo karena laporan majalah ini tentang impor kapal perang dari Jerman. Laporan ini dianggap membahayakan "stabilitas negara". Laporan utama membahas keberatan pihak militer terhadap impor oleh Menristek BJ Habibie. Sekelompok wartawan yang kecewa pada sikap Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang menyetujui pembreidelan Tempo, Editor, dan Detik, kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis Indonesia.
3.
PEMBANTAIAN TERHADAP TENGKU BANTAQIYAH DAN MURIDNYA DI ACEH TAHUN
1999
Beutong
Ateuh, dalam terjemahan bahasa Indonesia berarti Betung atas, memiliki sejarah
yang cukup panjang, dimana daeraha ini dibangun sejak zaman belanda-begitu
orang beutong bersaksi – dan melihat letak geografisnya sangat nyaman untuk
istirahat beberapa bulan lamanya. Daerah yang terletak diantara dua gunung ini
mengalir sungi betung yang jernih dan sejuk. Sedangkan pegunungan yang termasuk
dari gususan bukit barisan ini, memang sangat potensial untuk dijadikan markas
pertanan pejuang Aceh semasa penjajahan belanda. Di daerah inilah Cut Nyak Dien
dan Tengku Cik Citiro pernah bertahan dari kejaran belanda, walau keduanya
tertangkap oleh belanda di daerah ini. Lebatnya hutan dan suburnya tanah
membuat warga yang bermukim enggan meninggalkan lembah ini, mengingat di daerah
ini adalah daerh yang cocok untuk bercocok tanam. Sebelum daerah ini dibuka
pada tahun 1996, untuk kendaraan roda empat, warga yang ingin kedalam dan
keluar desa ini harus berjalan kaki dua sampai empat hari lamanya. Menelusuri
hutan lembah berliku guna mencapai daerah yang berbatasan dengan Takengon Aceh
Tengah. Sedangkan Beutong Ateuh sendiri masuk dalam kabupaten Aceh Barat,
Meulaboh sebagai kota kabupaten.
Pada daerah
inilah brdiri sebuah pesantren pada tahun 1982 yang dipimpin oleh seorang Kyai
bernama Tengku Bantaqiah. Abu Bantaqiyah – begitu para mudirnya memanggil –
aladalah seorang alim ulama yang segani dan dihormati keberadaanya. Tak heran
bila dikalangan masyarakat Aceh sendiri beliau ditokohkan, mengingat begitu
banyak masyarakat Aceh yang belajar agama di pesanteren yang ia pimpin.
Mudir-muridnya yang berasal dari pelosok daerah Aceh ini, diajrkan pendidikan
agama langsung dari beliau dan dibantu oleh seorang kepercayaannya. Aktivitas
belajar mengajar dilakukan pada areal yang ia miliki yang berada ditepi sungai
beutong. Murid-murid yang berjumlah ratusan ini, selain beljar mereka bercocok
tanam seperti nila dan lain sebaginya. Dari hasil pertanian ini mereka bahu
membantu untuk menghidupkan aktivitas sehari-harinya. Selin murid-murid menetap
di pesantern ini, masih ada lagi murid-murid yang tinggal hanya pada saat
mereka beribur dari kerja atau sekolah dan jumlah lebih banyak daripada yang
menetap (jumlahnya dalah gitungan ribuan). Tak heran bila banyak murid-murid
beliau yang tersebar di segenap penjuru Aceh.
Tengku
Bantaqiah yang pernah menolak untuk bergabung dengan Majelis Ulama Indonesia
cabang Aceh ini, sekali waktu turung gunung untuk mempersoalkan kemaksiatan di
Aceh, dan akhirnya ia dituduh sebagai orang yang memiliki ajaran sesat. Hal ini
beliau lakukan pada tahun 1988 dengan beberapa anak muridnya dengan menamakan
dirinya Anggota Jubah Putih. Untuk melunakkan hatinya pemerintah daerah Aceh
melalui gubernur memberikan bantuan guna membangun sebuah pesantren. Namun
rumah pesantren ini, gedung yang sudah terbangun di kecamatan beutong bawah ulu
Ulee Jalan, mereka tolak karena lokasinya jauh dari tempat pesantren mereka.
Dengan menolak pemberian ini, Tengku Bantaqiah menjadi orang yang sangat tidak
sekuler dikalangan birokrat Aceh pada waktu itu. Sehingga pada tahun 1992
dengan suruhan sebagai Mentri Urusan Pangan Cerakan Aceh Merdeka, beliau
dijebloskan dalam tahanan dengan masa tahanan 20 tahun lamanya. Namun saat
presiden ke tiga Indonesia (BJ Habibie) hadir di Banda Aceh, atas permintaan
warga masyarakat Aceh, Habibie melepaskan Tengku Bantaqiah.
Aktivitas Pesantren
Sebagaimana
layaknya kehidupan sebuah pesantren, aktivitas di pesantren Tengku Bantaqiah
sangat diwarnai dengan suasana Religius yang sangat mendalam. Hal ini dapat
terlihat dari aktivitas sehari-hari mulai dari ibadah sholat Shubuh dipgi hari
dilanjutkan degan Szikir kemudian para santri bermujahadah sambil melakukan
kegiatan-kegiatan lainnya seperti bertani, bercocok tanam, kerja
baktimeperbaiki lingkungan sekitarnya. Kegiatan bermujahadah bagi pesantern
Tengku Bantaqiah adalah merupakan satu kekuatan religius yang sangat vital
dalam upaya pembentukan tingkat ketaqwaan para muridnya.
Kalaupun ada
yang berbeda dari pesantren ini yaitu terlihat bahwa sebagian besar
murid-muridnya adalah mereka yang pernah melakukan tindakan-tindakan amoral di
masyarakat seperti mabuk-mabukan, mencuri dan tindakan-tindakan kriminalisasi
lainnya. Menurut Tengku Bataqiah, untuk apa mengajaka orang yang sudah ada
didalam mesjid, justru mereka yang masih di luar mesjidlah yang harus kita
ajak. Jumlah santri yang pernah menuntut ilmu di pesantren Tengku Bantaqiah ini
tercatat lebih kurang 30.000 orang yang tersebar di berbagai tempat, bukan
hanya di Aceh, tapi juga Medan , Jakarta , bahwakan sampai ke Malaysia .
Lulusan Pesantren Bntaqiah hdup dan bekrja dalam aktivitas-aktivitas yang
beragam, mulai petani, pedagang, pegawai swasta dan pegawai negeri, bahkan
anggota TNI. Hal ini menunjukkan bahwa Tengku Bantaqiah tidak pandang bulu
dalam menerima murid.
Kini setelah
ulama kharismatik tersebut telah tiada, pesantren yang diharapkan dapat
melahirkan pemimpin umat, untuk sementara ini kesulitan untuk melanjutkan
aktivitas sehari-harinya, karena alat-alat Bantu pengajaran seperti, al-qur'an,
kitab kuning, surat – surat yassin habis dibakar oleh pasukan tersebut. Hal
ini tentara lakukan ersamaan dengan dibakarnya pakian, KTP, dan barang-barang
lain milik Tengku dan muridnya yang tewas pada saat itu. Kini tempat yang jauh
dari keramaian ini memubat masyarakat Aceh untuk saat ini enggang untjk
bergurau kembali di lebah yang hijau ini, mengingat peristiwa tersebut adalah
peristiwa yang cukup membuat mereka terluka untuk selama-lamanya.
Kronologi Pembantaian
Tengku Bantaqiah dan Muridnya
Kamis 22 Juli 99 : Pasukan TNI yang terdiri
dari Kostrad, brimob, dan lain sebaginya mendirikan tenda-tenda diseputar
pegunungan beutong Ateuh. Saat itu warga desa telah mengetahui akan keberadaan
mereka, namun warga tidak mengetahui tujuan dari didirikannya tenda-tenda
tersebut. Pada saat itu juga telah terjadi penembakan terhadap warga yang
sedang mencari udang. Peristiwa ini mengakibat satu orang terluka sedangkan
yang melarikan diri ke hutan sekitarnya.
Jum'at 23
Juli 99 : pukul 08.00 pasukan TNI mengamati pesantren Tengku Bantaqiah dari
seberang sungai.
Pukul 09.00
pasukan TNI melakukan pembakaran ruma penduduk yang letaknkya kira2 100 meter
disebelah Timur pesantren Tengku bantaqiah.
Pukul 10.00
Pasukan tersebut mulai mendekati pesantren Tengku Bantaqiah.
Pukul 11.00
Pasukan TNI yang berseragam dan mengenakan senjata lengkap dan sebagian dari
mereka menutupi wajahnya dengan cat hitam dan hijau. Mulai memasuki wilayah
pesantren.
Pukul 11.30
Pasukan tersebut dengan mencaci maki dan menghujat Tengku Bantaqiah agar Tengku
Bantaqiah mau segera menemui mereka. Dikarenakan pada waktu itu hari Jum'at dan
sudah menjadi kebiasaan di pesantren, para santri - berkumpul di pesantren yang
memiliki dua lantai yang terbuat dari papan dan kayu balok tetap melakukan
seperti biasanya. Setelah cukup lama tengku Bantaqiah turun bersama dengan
seorang muridnya untuk menemui pasukan tersebut. Setelah berbincang-bincang,
semua murid/santri laki-laki disuruh turun sedangkan yang wanita diatas
pesantren, dikumpulkan ditanah lapang dengan duduk jongkok dan menghadap
kesungai.
Pukul 12.00
setelah santri laki-laki berkumpul, pimpinan pasukan tersebut meminta kepada
Tengku Bantaqiah untuk menyerahkan senjata yang ia miliki. Karena Tengku
Bantaqiah merasa tidak pernah memiliki senjata yang mereka maksud, maka Tengku
Bantaqiah hanya membantah tuduhan tersebut. Namun dengan pengakuan Tengku
Bantaqiah tentara tidak puas dan lalu mereka mempersoalkan sebuah antenna radio
pemancar yang terpasang pada atap pesantren. Lalu pompinan pasukan tersebut
memerintahkan agar segerap melepaskan antenna tersebut dengah menyuruh putra
Tengku Bantaqiah yang bernama Usman untuk menaiki atap pesantren. Sebelum Usman
menaiki atap pesantren tersebut ia menuju rumah untuk mengambil peralatan,
namun sebelum mencapai rumah yang jaraknya hanya 7 meter dari tempat berkumpul
para santri, seorang pasukan memukul Usman dengan senjata api. Melihat
perlakuan ini, Tengku Bantaqiah mencoba untuk mendekati putranya tersebut.
Bersamaan dengan mendekatnya tengku Bantaqiah ke tempat pemukulan tersebut,
dengan aba-aba tentara menembak Tengku Bantaqiah dengan menggunakan senjata
pelontar BOM sehingga tersungkurlah Tengku Bantaqiah, setelah itu tembakan
beruntun ditujukan ke arah kumpulan Santri. Tanpa perlawanan sama sekali
pasukan ini menembak dengan membabi buta sehingga santri yang jumlahnya mencapi
puluhan orang itu tewas dan terluka.
Setelah
penembakan yag dilakukan berulang ulang ini, pasukan mengumpulkan santri yang
masih hidup untuk dibariskan disebelah rumah tengku Bantaqiah. Beberapa saat
kemudian dengan dalih akan membawa mereka berobat, santri yang mengalami luka
atau tidak sama sekali diangkut dengan menggunakan truk menuju Takengon Aceh
Tengah. Hanya beberapa orang saja yang sengaja ditinggalkan. Ditengah
perjalanan menuju takengon tersebut, santri-santri ini pada kilometer 7
diturunkan dan diperintahkan untuk duduk jongkok ditepi jurang. Setelah jongkok
satu orang dari para santri ini terjun ke dalam jurang masuk kedalam hutan yang
lebat. Mengetwhui salah santri terjun ke jurang santri yang langsung di tembak
beruntun oleh pasukan pengalawalan ini.
Pukul 16.00
pasukan dengan memerintahkan warga setempat untuk menguburkan Tengku Bantaqiah
dan murid. Sedangkan santri wanita dan istri-istri almarhum dibawa menujua
Mushola yang berada diseberang sungai. Setelah penguburan usai, wanita tersebut
disuruh kembali ke pesantren.
Keadaan
terakhir: pesantren ini sulit untuk dapat melanjutkan aktivitas keshariannya
mengingat saran dan prasarana antara lain kitab-kitab berserta Al-qur'an yang
tersedia telah habis terbakar bersamaan dengan tewasnya Tengku Bantaqiah
beserta sebagian muridnya.
Sebagai
akibat penembakan oleh pasukan TNI terhadap warga pesantren tersebut. Dimana
mereka……..?
Hasil dari
operasi yang dilakukan oleh TNI terhadap pesantren Tengku Bantaqiah ini masih
menyisakan berbagai pertanyaan yang sampai saat ini belum terjawab. Sehingga
warga Meulaboh atau Aceh Barat menjadi resah. Keresahan ini sangat beralasan
sebab bagaimana mungkin seorang ulama ternama dapat dicabut nyawanya oleh TNI
tanpa prosedur, apalagi mereka rakyat biasa, tentunya lebih gampang lagi
melakukannya. Begitu kira-kira alasan mereka. Dari hasil penelitian warga
setempat, masih belum jelas jumlah yang tewas, sebab menurut saksi, masih
banyak dari murid-murid Bantaqiah sampai saat ini belum ditemukan makamnya atau
keberaaanya. Adapun nama-nama yang tewas dan hilang adalah sebagai berikut :
Korban yang Tewas dan Hilang :
No
|
Nama
|
Umur
|
Alamat
|
1
|
Tengku Bantaqiah
|
54 th
|
Blang Meurandeh, Beutong Ateuh
|
2
|
Usman Bantaqiah
|
25 th
|
Sda
|
3
|
Zubir
|
28 th
|
Sda
|
4
|
M. Harun Jalludin
|
18 th
|
Sda
|
5
|
Muhammadin
|
40 th
|
Sda
|
6
|
Tarmizi Daud
|
30 th
|
Sda
|
7
|
M.Amin M.
|
28 th
|
Sda
|
8
|
M. Amin Baron
|
25 th
|
Sda
|
9
|
M. Huewin
|
32 th
|
Sda
|
10
|
Jamalol Ade
|
27 th
|
Sda
|
11
|
Syamsuar
|
27 th
|
Sda
|
12
|
Tengku Suhaimi
|
28 yh
|
Sda
|
13
|
Tengku Muhammadin
|
40 th
|
Sda
|
14
|
Abdul Wahed
|
20 th
|
Sda
|
15
|
Saidi
|
30 th
|
Sda
|
16
|
M. Ali Ben
|
26 th
|
Sda
|
17
|
Muhammad Janata
|
24 th
|
Sda
|
18
|
Tengku Munir
|
35 th
|
Desa Pusong, Langsa Aceh Timur
|
19
|
Latana
|
24 th
|
Sda
|
20
|
Tengku Kupendi
|
30 th
|
Sda
|
21
|
Mak Ali
|
32 th
|
Sda
|
22
|
Tengku Yusuf
|
32 th
|
Sda
|
23
|
Saifl
|
22 th
|
Sda
|
24
|
Tengku Daud
|
30 th
|
Desa Kuede Gerebak, Idi Aceh Timur
|
25
|
Salaiman
|
24 th
|
Sda
|
26
|
Ridwan
|
25 th
|
Sda
|
27
|
Iqbar
|
26 th
|
Sda
|
28
|
Junaidi
|
23 th
|
Sda
|
29
|
Tulisman
|
30 th
|
Ranup Dong Kecamatan Kaway XVI
|
30
|
Junaidi
|
28 th
|
Sda
|
31
|
Azis
|
30 th
|
Desa Kuta Balang
|
32
|
Amir
|
32 th
|
Sda
|
33
|
Tengku Zainal Abidin
|
35 th
|
Idi Aceh Timur
|
34
|
Buchari
|
26 th
|
Sda
|
35
|
Siabang
|
29 th
|
Buloh, Lhokseumawe Aceh Utara
|
36
|
Saifullah
|
26 th
|
Sda
|
37
|
Aidit
|
28 th
|
Aceh Selatan
|
38
|
Tengku Saimi
|
35 th
|
Sda
|
39
|
Nurdin
|
24 th
|
Julok
|
40
|
Bustamin
|
24 th
|
Sda
|
41
|
Tengku Tamam
|
35 th
|
Krueng Mane
|
42
|
Tengku Jamin
|
45 th
|
Sda
|
43
|
Majid
|
26 th
|
Desa Geuregok
|
44
|
Dedi Muktar
|
27 th
|
Sda
|
45
|
Iwan
|
32 th
|
Matang, Aceh Jeumpa
|
46
|
Usman
|
30 th
|
Sda
|
47
|
Samsul Bahri
|
28 th
|
Desa Matang Sijuk
|
48
|
Razali
|
24 th
|
Menasah Barok Aceh Pidie
|
49
|
Nasrul
|
27 th
|
Tringgadeng, Aceh Pidie
|
50
|
Tengku Zulkarnaen
|
42 th
|
Kila, Aceh Pidie
|
51
|
Mahdi Ubit
|
30 th
|
Kuta Blang
|
52
|
Tengku Mursidin
|
35 th
|
Babah Rot, Aceh Selatan
|
53
|
Tengku Manaf
|
50 th
|
Lhok Sukon, Aceh Utara
|
54
|
Sayuti
|
29 th
|
Kandang Aceh Utara
|
55
|
Tengku Sayuti
|
26 th
|
Lamno, Kecamatan Jaya Aceh Besar
|
56
|
Tengku Sukri
|
27 th
|
Menasah Baro Krueng Mane
|
Sumber data : Keluarga Tengku Bantaqiah.
4. PEMBBUMIHANGUSAN KOTA DILI, TIMOR
TIIMUR OLEH MILITER INDONESIA DAN MILISI PRO INTEGRASI 20 AGUSTUS 1999
(Catatan tentang kiprah NGO internasional dan
lembaga-lembaga PBB
di Timor Lorosae paska referendum)
"Tidak
ada rumah mewah, tidak
ada bar untuk minum bir,
tidak ada
diskotik, bagaimana mungkin pekerja-pekerja
kemanusiaan itu mau menetap di
sini", ungkap seorang ketua adat ketika dimintai komentarnya
tentang tidak
adanya pelayanan kesehatan oleh NGO internasional dan
lembaga-lembaga PBB
di Kec. Alas,
Same.
"Apakah anda memiliki identitas? Apakah lembaga anda memiliki pengalaman
bekerja untuk distribusi bahan makanan di daerah ini?
Demikian pertanyaan
yang diajukan oleh seorang staf WFP (World Food
Programme) ketika seorang
staf NGO nasional/lokal yang telah lama beroperasi di Timor Lorosae
menemuinya dikantor untuk melakukan koordinasi
distribusi bahan makanan di
Baucau, Timor Lorosae".
Operasi pembumihangusan Timor Lorosae oleh milisi dan
militer Indonesia
telah menimbulkan kerugian yang luar biasa. Mulai dari
harta benda hingga
jiwa manusia yang melayang akibat operasi
pembumihangusan tersebut. Dalam
konteks politik internasional, bisa dikatakan bahwa
terjadi keterlambatan
tindakan oleh PBB yang saat itu sedang bertugas di
Timor Lorosae. Akibat
"politik ketidak acuhan" dari komunitas
internasional (baca: UNAMET), maka
milisi bersama militer Indonesia dengan leluasa
melancarkan operasi burning
down pasca pengumuman hasil referendum, 4 September 1999. Setelah
menjadi korban dalam operasi pembumihangusan oleh
milisi dan militer
Indonesia, kini Timor Lorosae menghadapi operasi baru
yakni "operasi
kemanusiaan".
Penghancuran Timor Lorosae pasca referendum telah
menimbulkan persoalan
baru. Walaupun diakui
bahwa terlepas dari semua itu, Timor Lorosae
berhasil
mengusir militer Indonesia dari
bumi Lorosae. Seolah-olah
dengan penghancuran
tersebut telah membuka jalan tol
bagi berbagai
kelompok untuk "mengoperasikan"
program-programnya di Timor Lorosae. Dengan
bungkus operasi kemanusiaan, berbagai NGO
internasional maupun lembaga
intergovernmental seakan-seakan berlomba melakukan programnya di Timor
Lorosae.
Membanjirnya
bantuan kemanusiaan lewat berbagai NGO dan lembaga
intergovernmental
di Timor Lorosae pasca referendum, tidak dengan
sendirinya berarti mengakhiri mata rantai penderitaan rakyat. Sebaliknya,
dengan membanjirnya
bantuan ini bisa saja menjadi rantai baru yang akan
menjerat rakyat Timor Lorosae dalam ketergantungan
abadi.
Belakangan diketahui bahwa jumlah NGO internasional
yang beroperasi di
Timor Lorosae diperkirakan sekitar 30-an NGO.
Sedangkan lembaga
intergovernmental (lembaga-lembaga PBB) yang
beroperasi di Timor Lorosae
antara lain UNHCR, UNICEF, UNESCO, FAO, WFP (World
Food Programme).
Sementara NGO nasional
yang beroperasi di Timor Lorosae sekitar 20-an NGO.
Kelompok-kelompok kemanusiaan ini datang dengan berbagai program seperti
distribusi makanan, kesehatan, shelter, urusan
pengungsi, pembagian benih
tanaman dan
berbagai program lainnya.
Keberadaan semua lembaga ini, seperti dipaparkan
diatas menjadi menarik
untuk dikaji dalam konteks upaya mengatasi krisis yang
terjadi di Timor
Lorosae saat ini.
Sebelum tiba pada pembahasan mengenai
berbagai
persoalan yang dihadapi NGO dan lembaga
intergovernmental dalam operasi
kemanusiaan di Timor Lorosae, terlebih dahulu akan
dibahas politik ideologi
bantuan kemanusiaan.
Politik Bantuan Kemanusiaan.
Sejarah mencatat bahwa sangat banyak bantuan
kemanusiaan yang didrop
dinegara-negara jajahan di Afrika. Setiap kali ada gejolak baik internal
maupun gejolak
eksternal, maka berbagai kelompok,
NGO ineternasional
maupun lembaga-lembaga PBB (UN agency) dengan caranya masing-masing
menceburkan diri dalam konflik tersebut dengan
"bungkus operasi
kemanusiaan".
Di Mozambique, di Angola, di Rwanda, Somalia dan berbagai
negara di benua
hitam tersebut paling sering menjadi target
operasi
kemanusiaan karena sering dilanda konflik.
Walaupun bantuan kemanusiaan
membanjiri
wilayah-wilayah tersebut, namun angka kematian karena kelaparan
dan penyakit tidak semakin mengecil. Tapi sebaliknya,
angka kematian karena
kelaparan dan
penyakit justru semakin
meningkat.
Bantuan kemanusiaan lewat NGO maupun
lembaga PBB sering menjadi persoalan
tersendiri bagi kelompok masyarakat yang diberi
bantuan. Ada beberapa
persoalan menyangkut bantuan kemananusiaan tersebut.
Pertama, persoalan transparansi dana. Kebanyakan NGO
internasional
memanfaatkan dana bantuan untuk pemerintah yang dilanda bencana guna
menjalankan program-program mereka. Hal ini terjadi misalnya di
Mozambique. Pada tahun 1989, ketika Mozambique dilanda
kelaparan akibat
konflik, berbagai NGO internasional dan
lembaga-lembaga PBB melancarkan
operasi kemanusiaan.
Dana terbesar dari operasi NGO dan
lembaga PBB itu
kebanyakan diambil dari bantuan/grant yang
semestinya dipakai sendiri oleh
pemerintah Mozambique saat itu.
Kedua adalah persoalan ketergantungan. Bangladesh adalah satu kasus yang
sangat baik sebagai gambaran mengenai persoalan
ketergantungan akibat
operasi kemanusiaan oleh NGO internasional dan lembaga-lembaga PBB.
Masyarakat seolah-olah dimanjakan dengan bantuan kemanusian. Karena itu
setelah berhentinya bantuan tersebut, masyarakat
seolah-olah kaget dan
tidak siap menghadapi kenyataan. Selain itu, operasi
bantuan kemanusiaan
tersebut tidak jarang memarjinalkan rakyat karena
penyaluran bantuan
tersebut justru hanya
menggemukan kelompok kaya baru
baik di desa maupun
di kota. Sementara kelompok marjinal semakin termarjinal
karena
ketergantungan
kepada orang kaya baru .
Ketiga adalah persoalan minimya koordinasi. Banyak NGO
internasional dan
lembaga PBB yang melakukan operasi di berbagai
tempat dengan tingkat
koordinasi dengan kelompok lokal yang sangat
minim. Akibat minimnya
koordinasi tersebut menimbulkan kesan seolah-olah
kelompok NGO
lokal/nasional
atau kelompok potensial lainnya yang berada di tingkat
lokal/nasional
menjadi "kelas dua". Bahkan
untuk menjalankan
program-programnya, NGO-NGO lokal terpaksa harus menjadi "pengemis"
kepada
NGO internasional ataupun lembaga-lembaga PBB yang
notabene sebagian besar
memakai dana bantuan untuk pemerintah yang dilanda "bencana" tersebut.
Pada titik ini, kelihatannya pemerintahan-pemerintahan yang menjadi donor
ataupun
lembaga-lembaga donor dunia
merasa lebih tertarik untuk
memakai
NGO internasional
yang mempunyai jalinan kerja sama yang kuat dan lembaga
PBB guna
"menghabiskan" dana baik
berupa pinjaman maupun hibah dinegara
yang dilanda bencana. Pemerintah yang menjadi donor
bahkan kerap mencari
sendiri NGO
internasional untuk menjalankan operasi
kemanusiaan yang
dana dan progarmnya telah dirancang oleh pemerintah
yang bersangkutan.
Karena
itu, NGO internasional dan
lembaga-lembaga PBB yang sering
melakukan operasi kemanusiaan tersebut cenderung
didifinisikan oleh
sebagian kalangan
sebagai private voluntary organizasation (PVO) atau
organisasi voluntir swasta. Misalnya dalam pengamatan yang dilakukan oleh
Joseph Hanlon di Mozambique, ditemukan bahwa dalam
banyak hal NGO-NGO
internasional seperti World Vision atau Care
Internasional berperilaku
seperti lembaga-lembaga bisnis besar atau
lembaga-lembaga transnasional
yang mempunyai afiliasi di berbagai negara. Karena
berperan sebagai bisnis
transnasional, maka kepentingan NGO internasional
adalah distribusi uang,
distribusi makanan, bantuan darurat dan
pelayanan. Sementara untuk
overhead cost lembaga,
mereka bisa mendapat dari bunga bantuan/grant yang
diterima selain dari fundrisingnya sendiri . Akibat
minimnya koordinasi,
sering kali NGO
atau lembaga PBB melakukan proyek-proyek dalam jumlah
besar, tapi proyek-proyek tersebut tidak menjadi skala
prioritas kelompok
masyarakat
sasaran yang dibantu.
Keempat adalah persoalan "pesan sponsor". Banyak
NGO internasional yang
dalam operasinya sarat dengan pesan sponsor. World Vision dalam operasi
kemanusiaan di Mozambique praktis menjadi pelopor pesan sponsor CIA
(baca: pemerintah USA). World Vision terkenal sebagai
lembaga kristen yang
sangat anti komunis sehingga World Vision
"dipakai" oleh lembaga donor
untuk melawan pengaruh Frelimo yang dikenal beraliran
sosialis. Bahkan
dalam operasinya,
beberapa staf World Vision malah menyarankan agar Renamo
(tandingan Frelimo)
mengambil alih tampuk pemerintahan yang sah dari
Frelimo . World Vision juga dikenal mempunyai hubungan
erat dengan
rejim-rejim militer represif di
Amerika tengah. Contoh lain adalah
kehadiran Care
Internasional (khususnya Care
USA). Kehadiran Care USA di
Mozambique pada
tahun 80-an jelas banyak
membantu operasi CIA untuk
memantau keadaan massa rakyat yang saat itu sangat
mendukung
program-program Frelimo. Dalam banyak hal NGO-NGO ini memiliki informasi
yang lebih lengkap dibanding kelompok lain bahkan
pemerintah setempat.
Misalnya Care Internasional dalam observasi Joseph Hanlon, memiliki
informasi mengenai keadaan sosial dan politik yang
lebih lengkap dibanding
dengan NGO lain atau bahkan pemerintah Mozambique
sekalipun.
Informasi-informasi ini tidak pernah didistribusikan
kepada pihak lain
termasuk pemerintah Mozambique, kecuali kepada
pemerintah USA sebagai
sponsor saat itu.
5.
KASUS MESUJI 2011
Yulvianus
Harjono/KOMPASWarga Mesuji menyambut kedatangan rombongan Komisi III DPR.
TERKAIT:
- Polri: Tak Benar Korban Tewas Mesuji 30 Orang
- Ini Kronologis Peristiwa Mesuji Versi Polri
- Solidaritas Komunitas Punk untuk Mesuji
- Puteri Indonesia Prihatin Kasus Mesuji
- Komisi III: Ada Pemenggalan Kepala, tetapi Pelaku Tak Jelas
JAKARTA,
KOMPAS.com- Kepala
Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution mengungkapkan, dua
petugas keamanan Pam Swakarsa dari perusahaan perkebunan sawit PT Sumber Wangi
Alam (SWA) menjadi korban pemenggalan yang dilakukan oleh warga Mesuji.
Keduanya bernama Manto (22) dan Saimun (26).
Peristiwa
ini terjadi akibat bentrokan yang terjadi antara warga Desa Sungai Sodong,
Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan dengan Pam Swakarsa
karena sengketa tanah, pada 21 April 2011. Ini diungkapkan Saud untuk penegasan
kembali korban tewas hasil identifikasi sementara tim Polri ditempat tersebut.
"Dari
peristiwa ini dua orang Pam Swakarsa yang dipenggal kepalanya," ujar Saud
dalam jumpa pers di Gedung Humas Polri, Rabu (21/12/2011).
Selain dua
orang Pam Swakarsa yang tewas, terdapat tiga karyawan lainnya juga yang
bernasib sama. Mereka tak dapat menyelamatkan diri saat sekitar 400 orang warga
Mesuji melakukan penyerangan terhadap 60 karyawan yang tengah berada di areal
perusahaan. Penyerangan itu dilakukan karena warga tak terima karyawan
perusahaan PT SWA melakukan panen di lahan sawit yang dianggap masih sengketa.
"Saat
itu, dua orang warga Macan dan Indra Syafii naik motor mendatangi dan melarang
untuk tidak dipanen, alasannya, itu masih sengketa. Maka timbul
keributan," jelasnya.
Dua warga
ikut tewas dalam peristiwa bentrokan ini. Total korban tewas dari peristiwa
Mesuji di Mesuji Sumsel ini mencapai 7 orang. Sementara kerugian material yang
ditimbulkan di antaranya dirusak dan dibakarnya 87 rumah warga, pembakaran
terhadap 7 mobil tangki, 1 kendaraan motor dan 4 mobil, 2 truk dan 1 alat
berat.
6. Sejarah
Hitam Indonesia Dari Tahun 1967-1999

1967 -
1998
- Korupsi merugikan negara : 15-35 Milliar USD
1965
- Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh Jendral Angkatan Darat.
- Penangkapan, penahanan dan pembantaian massa pendukung dan mereka yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia . Aparat keamanan terlibat aktif maupun pasif dalam kejadian ini.
1966
- Penahanan dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap PKI terus berlangsung, banyak yang tidak terurus secara layak di penjara, termasuk mengalami siksaan dan intimidasi di penjara.
- Dr Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan dieksekusi pada bulan Desember.
- Sekolah- sekolah Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember.
1967
- Koran-koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah.
- April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan demonstrasi anti Cina di Jakarta .
- Kerusuhan anti Kristen di Ujung Pandang.
1969
- Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang tidak diadili dikirim ke sana .
- Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan.
- Tidak menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian Barat, sehingga hasil akhir jajak pendapat yang mengatakan ingin bergabung dengan Indonesia belum mewakili suara seluruh rakyat Papua.
- Dikembangkannya peraturan- peraturan yang membatasi dan mengawasi aktivitas politik, partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Di sisi lain, Golkar disebut- sebut bukan termasuk partai politik.
1970
- Pelarangan demo mahasiswa.
- Peraturan bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar.
- Sukarno meninggal dalam ‘tahanan’ Orde Baru.
- Larangan penyebaran ajaran Bung Karno.
1971
- Usaha peleburan partai- partai.
- Intimidasi calon pemilih di Pemilu ’71 serta kampanye berat sebelah dari Golkar.
- Pembangunan Taman Mini yang disertai penggusuran tanah tanpa ganti rugi yang layak.
- Pemerkosaan Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh pemuda- pemuda yang di duga masih ada hubungan darah dengan Sultan Paku Alam, dimana yang kemudian diadili adalah Sum Kuning sendiri. Akhirnya Sum Kuning dibebaskan.
1972
- Kasus sengketa tanah di Gunung Balak dan Lampung.
1973
- Kerusuhan anti Cina meletus di Bandung .
1974
- Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti Jepang yang meluas di Jakarta yang disertai oleh pembakaran- pembakaran pada peristiwa Malari. Sebelas pendemo terbunuh.
- Pembredelan beberapa koran dan majalah, antara lain ‘Indonesia Raya’ pimpinan Muchtar Lubis.
1975
- Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur.
- Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius.
1977
- Tuduhan subversi terhadap Suwito.
- Kasus tanah Siria- ria.
- Kasus Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan barang milik seorang hakim perempuan. Namun ia ditahan polisi karena meminta tambahan atas bayaran yang kurang dari si hakim.
- Kasus subversi komando Jihad.
1978
- Pelarangan penggunaan karakter-karakter huruf Cina di setiap barang/ media cetak di Indonesia.
- Pembungkaman gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas berjalannya pemerintahan, beberapa mahasiswa ditahan, antara lain Heri Ahmadi.
- Pembredelan tujuh suratkabar, antara lain Kompas, yang memberitakan peritiwa di atas.
1980
- Kerusuhan anti Cina di Solo selama tiga hari. Kekerasan menyebar ke Semarang , Pekalongan dan Kudus.
- Penekanan terhadap para penandatangan Petisi 50. Bisnis dan kehidupan mereka dipersulit, dilarang ke luar negeri.
1981
- Kasus Woyla, pembajakan pesawat garuda Indonesia oleh muslim radikal di Bangkok. Tujuh orang terbunuh dalam peristiwa ini.
1982
- Kasus Tanah Rawa Bilal.
- Kasus Tanah Borobudur . Pengembangan obyek wisata Borobudur di Jawa Tengah memerlukan pembebasan tanah di sekitarnya. Namun penduduk tidak mendapat ganti rugi yang memadai.
- Majalah Tempo dibredel selama dua bulan karena memberitakan insiden terbunuhnya tujuh orang pada peristiwa kampanye pemilu di Jakarta . Kampanye massa Golkar diserang oleh massa PPP, dimana militer turun tangan sehingga jatuh korban jiwa tadi.
1983
- Orang- orang sipil bertato yang diduga penjahat kambuhan ditemukan tertembak secara misterius di muka umum.
- Pelanggaran gencatan senjata di Tim- tim oleh ABRI.
1984
- Berlanjutnya Pembunuhan Misterius di Indonesia.
- Peristiwa pembantaian di Tanjung Priuk terjadi.
- Tuduhan subversi terhadap Dharsono.
- Pengeboman beberapa gereja di Jawa Timur
1985
- Pengadilan terhadap aktivis-aktivis islam terjadi di berbagai tempat di pulau Jawa.
1986
- Pembunuhan terhadap peragawati Dietje di Kalibata. Pembunuhan diduga dilakukan oleh mereka yang memiliki akses senjata api dan berbau konspirasi kalangan elit.
- Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta.
- Kasus subversi terhadap Sanusi.
- Ekskusi beberapa tahanan G30S/ PKI.
1989
- Kasus tanah Kedung Ombo.
- Kasus tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf.
- Kasus tanah Kemayoran.
- Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peritiwa ini dikenal dengan dengan peristiwa Talang sari.
- Bentrokan antara aktivis islam dan aparat di Bima.
- Badan Sensor Nasional dibentuk terhadap publikasi dan penerbitan buku. Anggotanya terdiri beberapa dari unsur intelijen dan ABRI.
1991
- Pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap pemuda-pemuda Timor yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya. 200 orang meninggal.
1992
- Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh perusahaan-nya Tommy Suharto.
- Penangkapan Xanana Gusmao.
1993
- Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8 Mei 1993
1994
- Tempo, Editor dan Detik dibredel, diduga sehubungan dengan pemberita-an kapal perang bekas oleh Habibie.
1995
- Kasus Tanah Koja.
- Kerusuhan di Flores.
1996
- Kerusuhan anti Kristen diTasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan Tasikmalaya. Peristiwa ini terjadi pada 26 Desember 19962. Kasus tanah Balongan.
- Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Muara Enim mengenai pencemaran lingkungan.
- Sengketa tanah Manis Mata.
- Kasus waduk Nipah di madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka.
- Kasus penahanan dengan tuduhan subversi terhadap Sri Bintang Pamung-kas berkaitan dengan demo di Dresden terhadap pak Harto yang berkun-jung di sana.
- Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja dibakar.
- Penyerangan dan pembunuhan terhadap pendukung PDI pro Megawati pada tanggal 27 Juli.
- Kerusuhan Sambas–Sangualedo. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 30 Desember 1996.
1997
- Kasus tanah Kemayoran.
- Kasus pembantaian mereka yang diduga pelaku Dukun Santet di Jawa Timur.
1998
- Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus, aparat keamanan bersikap pasif dan membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan diperkosa dan harta benda hilang. Tanggal 13 – 15 Mei 1998.
- Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di jakarta , dua hari sebelum kerusuhan Mei.3.
- Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demonstrasi menentang Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13 – 14 November 1998 dan dikenal sebagai tragedi Semanggi I.
1999
- Pembantaian terhadap Tengku Bantaqiyah dan muridnya di Aceh. Peritiwa ini terjadi 24 Juli 1999. Pembumi hangusan kota Dili, Timor Timur oleh Militer indonesia dan Milisi pro integrasi. Peristiwa ini terjadi pada 24 Agustus 1999.
- Pembunuhan terhadap seorang mahasiswa dan beberapa warga sipil dalam demonstrasi penolakan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB). Peristiwa Ini terjadi pada 23 – 24 November 1999 dan dikenal sebagai peristiwa Semanggi II.
BAB
III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
·
Dalam realita kehidupan bangsa ini,
masih banyak terjadi pelanggaran HAM,
baik dilakukan ooleh warga negara terhadap warga negara ataupun negara
terhadap warga negaranya sendiri. Dapat
dicontohkan seperti peristiwa pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan,
penculiakan dan tindak diskriminatif serta pemaksaan kehendak dari yang kuat
terhadap pihak yang tidak berdaya.
·
Bukan hanya penyelewengan uang negara
saja yang dikatakann korupsi tetapi yang dikatakan korupsi itu antaralain yaitu
perbuatan yang menghabiskan/ mengambil/
suatu barang atau jasa secara tidak sah dengan akibat merugikan
seseorang maupun banyak, suatu lembaga dan sebagainya dengan contoh
menerlambatkan diri bagi Guru masuk pada mata pelajarannya (korupsi
waktu), Mandi dengan memboros air
(korupsi barang), dan berbagai contoh lainnya.
2.
SARAN
·
Jadi janganlah jikalau hanya masalah
kecil itu di besar-besarkan hingga terjadi kericuhan yang dapat merugikan dan
membunuh orang banyak.
·
Berlaku jujurlah pada diri sendiri juga
pada orang banyak
·
Hindarilah perbuatan main hakim sendiri tanpa
mencarii tahu sebab dan akibat dari
perbuatannya.
·
Dan mari bersama kita bangun Indonesia
sebagai negri yang aman, negri yang adil dan negri yang sentosa.
Dafatar
Pustaka
Sumber:
·
Buku Kerja Siswa Pendidikan Kewarganegaraan, SMA/MA,
kelas X, penerbit MEDIATAMA, tahun 2012
·
Makalah kasus Korupsi dan upaya pemberantasannya di
Indonesia, oleh Mulia Fathan, SMP INSHAFUDDIN, tahun 2010
Website’s:
GAMBAR-GAMBAR SEPUTAR CONTOH
KASUS PELANGGARAN HAM
No comments:
Post a Comment